Selamat datang di TokoKata! Pengen berinvestasi saham di Amerika Serikat? Bisa cobaiin Gotrade dan langsung dapatkan bonus $2! Diawasi BAPPEBTI.

BI-Rate tetap 6,25%: Gubernur Bank Indonesia Optimis Trend Rupiah Kuat di Tengah Gempuran Sentimen Negatif

Gubernur BI Perry Warjiyo
Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konfrensi pers Kamis (20/6/2024).

Jakarta, 20 Juni 2024 - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang berlangsung pada 19-20 Juni 2024 memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate di level 6,25%.

Selain itu, suku bunga Deposit Facility tetap berada di 5,50% dan suku bunga Lending Facility di 7,00%.

Keputusan ini diumumkan oleh Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers yang diadakan pada Kamis (20/6/2024).

Keputusan ini didasarkan pada penilaian bahwa BI Rate sebesar 6,25% sudah cukup memadai untuk mengendalikan dampak ketidakpastian global yang mulai mereda.

Pada bulan April 2024, Bank Indonesia telah menaikkan BI Rate sebesar 25 basis poin untuk mengantisipasi ketidakpastian tersebut.

Dengan kebijakan yang forward looking dan preemptive ini, Bank Indonesia telah mempertimbangkan kemungkinan kebijakan Federal Reserve (Fed) yang mungkin akan menurunkan Fed Fund Rate sebesar 25 basis poin di akhir tahun 2024.

BI-rate 6,25% juga sudah mempertimbangkan risiko kalau Fed tidak jadi melakukan cut rate di tahun 2024.

Baca juga: Jasa Armada Indonesia (IDX:IPCM) Tebar Dividen Final Rp 18,61 per Lembar Saham!

BI sudah preemptive dan forward looking memprediksi hal itu dari bulan-bulan lalu sehingga kebijakan lanjutan yang terlalu agresif tidak lagi diperlukan.

Bank Indonesia juga menilai bahwa fundamental ekonomi Indonesia saat ini masih kuat. Tingkat inflasi rendah, pertumbuhan ekonomi baik, dan pertumbuhan kredit tinggi, serta current account yang masih dalam kondisi baik.

Perry Warjiyo menegaskan bahwa Rupiah masih berada dalam tren penguatan, dengan target di bawah Rp16.000 terhadap USD, yang didukung oleh fundamental ekonomi yang kuat.

Pelemahan Rupiah yang terjadi saat ini lebih karena faktor teknikal sentimen jangka pendek.

Gubernur BI tegas menyatakan bahwa persepsi negatif mempengaruhi pelemahan Rupiah, dan tidak perlu mempercayai persepsi yang belum tentu benar, terutama soal defisit fiskal di pemerintahan baru Presiden Prabowo-Gibran nanti.

Baca juga: Laba Bersih Bank Syariah Indonesia (IDX:BRIS) per Mei 2024 Capai Rp 2,77 Triliun! Tumbuh 18,55% YoY

Selain itu, kebutuhan valas korporasi untuk repatriasi dividen yang puncaknya pada kuartal kedua ini turut mempengaruhi pelemahan Rupiah saat ini.

Ketidakpastian global yang belum sepenuhnya terkendali dan keputusan European Central Bank (ECB) yang menurunkan suku bunga juga memberikan dampak pada penguatan USD.

Namun, Bank Indonesia meyakini bahwa ketika persepsi negatif mereda dan kebutuhan valas korporasi menurun, Rupiah akan kembali ke tren penguatan. Bahkan, peluang penurunan BI Rate masih terbuka sepanjang tahun 2024.

Dalam rangka menjaga stabilitas nilai tukar, Bank Indonesia juga fokus pada kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dapat membantu memenuhi kecukupan cadangan devisa. Peningkatan struktur bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan imbal hasil yang menarik bagi modal asing juga menjadi prioritas.

Kebijakan moneter BI akan fokus dalam upaya intervensi stabilisasi nilai tukar, serta peningkatan struktur bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dengan imbal hasil yang mampu menarik modal asing. Sementara BI Rate di 6,25% sudah cukup. Hal ini diyakini mampu meredam faktor teknikal sentimen pelemahan Rupiah saat ini.

Dengan langkah-langkah ini, Bank Indonesia berharap dapat terus menjaga stabilitas ekonomi dan nilai tukar, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.

Rupiah sempat menyetuh level IDR 16.505 per dolar AS pada Kamis 20 Juni 2024. Secara year-to-date, Rupiah telah melemah hingga kisaran 6%.

Sumber:

Professional content writer, copywriter, and owner of TokoKata. Passionate blogger and SEO enthusiast. Practicing my bachelor's degree in accounting at the Indonesian Stock Exchange.