Kenapa Harga Saham Bank Rakyat Indonesia (IDX:BBRI) Turun? Ternyata Ini Sebabnya!
Foto: Bank Rakyat Indonesia. |
Hingga awal Mei 2024, harga saham Bank Rakyat Indonesia (IDX:BBRI) telah turun lebih dari -15% year-to-date.
Padahal pada sesi perdagangan 13 Maret 2024 lalu, harga saham BBRI sempat sentuh harga tertingginya sejak perseroan melakukan IPO pada tahun 2003 silam, yaitu di level 6.450! Namun, alih-alih membuat higher high baru untuk melanjutkan uptrend, saham BBRI justru mengalami downtrend akut.
Pada perdagangan Kamis, 2 Mei 2024, BBRI ditutup di area 4.760. Artinya, saham BRI telah terjun hingga -26,20% dari puncak all-time high.
Baca juga: Apa Itu Inflasi? Ini Definisinya Menurut Bank Indonesia!
Apakah yang sebenarnya terjadi dengan saham BBRI?
Penurunan harga saham BBRI. |
Meskipun BBRI merupakan salah satu saham Blue Chip yang biasanya bisa diandalkan, performanya belakangan ini justru membuat investor pusing.
Bank BRI adalah salah satu bank terbesar di Indonesia, dengan nilai aset menyentuh level Rp 1.989 triliun, terbesar ke-2 setelah Bank Mandiri (BMRI). Di pasar modal, market cap BBRI menduduki urutan ke-3 setelah BREN dan BBCA, per 6 Mei 2024.
BBRI juga rajin membagikan dividen dengan payout ratio tinggi. Atas kinerjanya selama tahun 2023, BBRI telah membagikan dividen interim sebesar Rp 84 per lembar pada bulan Desember 2023 dan dividen final Rp 235 per lembar di bulan Maret 2024. Total dividen BBRI yang dibagikan mencapai Rp 319 per lembar, setara dengan 76,09% laba bersih tahun 2023.
Meskipun profitabilitasnya tidak diragukan lagi, namun akhir-akhir ini BBRI sedang dikepung oleh sentimen negatif! Hal ini membuat harga saham BBRI pada kuartal II 2024 jatuh tak bertenaga.
Baca juga: Telkom Indonesia (IDX:TLKM) Bagi Dividen Rp 178,5 per Lembar Sahamnya: Ini Tanggal Pembayarannya!
Higher-for-Longer Suku Bunga AS
Pergerakan suku bunga Indonesia dan AS |
Bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuannya di rentang 5,25–5,5% dalam pertemuan pada Rabu (01/05/2024). Keputusan tersebut sesuai ekspektasi konsensus.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala The Fed, Jerome Powell, mengisyaratkan bahwa pihaknya tidak akan menaikkan suku bunga lebih lanjut. Namun, ia juga mengatakan bahwa data inflasi yang lebih tinggi dari ekspektasi secara berturut-turut dalam 3 bulan pertama 2024 berpotensi menyebabkan pemangkasan suku bunga akan lebih lambat dari perkiraan awal.
Narasi tetap tingginya suku bunga AS dalam waktu yang lebih lama (higher for longer) memicu tekanan jual dari investor asing (outflow) di pasar saham Indonesia. Dalam sebulan terakhir, IHSG telah mengalami foreign outflow sebesar Rp 20,31 triliun per 30 April 2024.
Sinyal The Fed untuk menunda pemangkasan suku bunga AS berpotensi membuat ekspektasi suku bunga Bank Indonesia masih akan bertahan tinggi dalam waktu yang lebih lama (higher for longer).
Sebelumnya, dalam Rapat Dewan Gubernur pada akhir April 2024, Bank Indonesia memutuskan untuk menaikan kembali suku bunga BI Rate sebesar 25 bps ke level 6,25% guna meredam pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang sempat menyentuh Rp 16.300 per dolar AS.
Bertahannya suku bunga di level yang tinggi dalam waktu lebih lama, berpotensi menekan kinerja beberapa sektor perbankan. Tingginya biaya pendanaan (Cost of Fund) di tengah perlambatan pertumbuhan DPK.
Saham BBRI terkena dampak yang siknifikan akibat dari keluarnya investor asing tersebut. Selama periode 4 April - 3 Mei 2024, terjadi net foreign sell saham BBRI jumbo, mencapai Rp 8,53 triliun!
Baca juga: BRIS Undang Investor Untuk Hadiri RUPS: Ini Jadwal dan Lokasinya!
Turunnya Performa Fundamental BBRI
Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mencetak laba bersih sebesar Rp 15,89 triliun (-1,4% qoq, +2,5% yoy) pada kuartal I 2024.
Hasil tersebut di bawah ekspektasi konsensus karena hanya setara 23,6% dari estimasi FY24F konsensus yang mencapai Rp 67,4 triliun.
Pada Q1 2024, BBRI mencatatkan kenaikan Net Interest Income (NII) menjadi Rp 36 triliun (+5,8% qoq, +9,7% yoYy, dengan Pre-Provision Operating Profit (PPOP) naik menjadi Rp 30,7 triliun (+12,5% qoq, +22,2% yoy).
Kinerja BBRI ditekan oleh beban provisi yang melonjak menjadi Rp 10,7 triliun (+60% qoq, +91% yoy).
Lonjakan beban provisi ini terefleksi dari pembengkakan Credit Cost dari level ~2,4% pada 1Q23 dan FY23 menjadi 3,8% pada 1Q24, jauh di atas guidance manajemen pada awal tahun yang menargetkan di kisaran 2,2–2,3%.
Downgrade target manajemen BBRI untuk tahun 2024. |
Manajemen BBRI sendiri melakukan revised down untuk beberapa guidance yang telah diberikan awal tahun, yakni:
- Loan Growth: dari +11–12% menjadi +10–12%.
- NIM: dari 7,9–8% menjadi 7,6–8%.
- Credit Cost: dari 2,2–2,3% menjadi maksimal 3%.
- NPL: dari 2,7–2,9% menjadi di bawah 3%.
- Akselerasi dalam downgrade kredit
- Inflasi tinggi pada makanan
- Efek El Nino
Pemburukan kualitas aset utamanya terjadi di segmen mikro dan usaha kecil, di mana NPL segmen mikro naik menjadi 2,7% (vs. 1Q23: 2,2%), sedangkan segmen usaha kecil naik menjadi 5,44% (vs. 1Q23: 4,45%).
Baca juga: Saham Telkom Indonesia (IDX:TLKM) Longsor: Apa Penyebabnya?
Rekomendasi Analis
Analis Stockbit menilai bahwa market telah mengantisipasi hasil kinerja BBRI yang kurang baik ini, dengan harga saham BBRI mengalami penurunan -17,6% MoM per Kamis (25/04/2024).
Analis melihat penurunan harga saham tersebut dapat menjadi kesempatan bagi investor untuk dapat membeli BBRI dengan valuasi yang lebih wajar. Hal ini mengingat valuasi saham BBRI saat ini berada di sekitar 11x Forward P/E Ratio dan di bawah -2 standar deviasi historisnya dalam 3 tahun.
Selain itu, rencana buyback diprediksi akan membuat saham BBRI lebih menarik. Seperti diketahui, melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada tanggal 13 Maret 2023 lalu, BRI telah mendapatkan persetujuan pemegang saham untuk melaksanakan buyback saham BBRI maksimum sebesar Rp1,5 triliun yang prosesnya dilaksanakan dalam kurun waktu 18 bulan sejak disetujuinya buyback lewat RUPST.
Baca juga: Begini Cara Transfer Uang Beda Bank Biar Gratis: Pakai Flip! Beneran Bebas Biaya Admin!
Tentang Penulis
Shoffan M. adalah seorang lulusan Sarjana Akuntansi dari Universitas Jenderal Soedirman yang saat ini bekerja sebagai content writer di sebuah perusahaan swasta. Dia juga merupakan seorang investor di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan pengamat perkembangan pasar modal Indonesia. Follow penulis di Stockbit!
Disclaimer
Penyebutan nama saham tidak bermaksud untuk memberikan penilaian bagus, buruk, atau pun rekomendasi jual, beli, atau tahan untuk saham tertentu. Tujuan pemberian contoh adalah untuk menunjukkan fakta yang menguatkan opini penulis. Kinerja masa lalu tidak menjadi jaminan akan kembali terulang pada masa yang akan datang.
Semua data dan hasil pengolahan data diambil dari sumber yang dianggap terpercaya dan diolah dengan usaha terbaik. Meski demikian, penulis tidak menjamin kebenaran sumber data.
Data dan hasil pengolahan data dapat berubah sewaktu-waktu tanpa adanya pemberitahuan. Seluruh tulisan, komentar dan tanggapan atas komentar merupakan opini pribadi. Penulis tidak menanggung kerugian dan tidak bertanggung jawab atas apa pun yang terjadi akibat dari membaca artikel ini.
Gabung dalam percakapan